Rabu, 07 September 2016

How Do I Deal With It: Cara Saya Mengatasi Baby Blues

Saya tidak pernah mengenal kata baby blues hingga beberapa tahun lalu, ketika kawan-kawan saya satu per satu mulai menginjak jenjang kehidupan yang lebih serius, menikah dan memiliki anak.

Image by Rick Kirkman (for non commercial purpose)
Sejak saat itu, baby blues saya cap sebagai hal yang lumayan menakutkan. Cerita dari sana sini membuat saya takut, dan ketika hamil saya pun takut mengalami hal ini setelah melahirkan. Apakah saya mengalami baby blues? Mungkin saya mengalaminya, namun tidak lama dan tidak separah kawan-kawan saya yang lain. Padahal seharusnya, dalam kondisi saya yang sakit-sakitan, ASI tidak keluar dan suami yang LDR, biasanya kondisi baby blues akan sangat parah hingga mencapai post partum depression. Namun saya tidak.
Jika kamu, calon ibu, kesasar ke blog ini karena googling, jangan khawatir. Karena inilah cerita yang benar-benar saya alami, bukan rekayasa. Bukan sekadar copy paste dari internet.

Hal yang pertama yang saya lakukan, yang mungkin menghindarkan saya dari baby blues adalah bersiap-siap sedari awal sebelum melahirkan. Memang baby blues dirasakan saat baru melahirkan, kalau saya, saya sedikit beda.
Saya menghadapi sedikit kekhawatiran sebelum melahirkan karena penyakit saya, khawatir bayi kenapa-kenapa karena konsumsi obat yang banyak dan susah makan. Namun, saya tidak membiarkan diri dalam prasangka itu terlalu lama. Konsultasi dengan dokter Yola (Obgyn saya) dilakukan dengan sangat intens mengenai segala macam hal. Mulai dari A-Z, masalah medis atau curahan hati. Dan beliau bersikap sangat ngemong sekali dan sabar. Orang lain mungkin konsultasi dengan dokter Yola hanya 15 menit, saya? Bisa satu jam.

Enggak cuma konsultasi sama dokter Yola, kita harus banyak belajar, baca dan bertanya. Belajar dari buku, artikel di internet. Atau sekadar curhat dengan kawan-kawan saya yang lebih duluan melahirkan. Ini sangat membantu sekali.

Sesudah menikah, mungkin yang berubah adalah status kita. Sesudah punya anak? Yang saya rasakan adalah bagaimana kita merasa ada orang baru yang hadir, yang sangat kita kenal namun asing disaat yang bersamaan. Tak pernah ditemui sebelumnya, namun rasa cinta membuncah. Ini buat saya adalah campuran emosi disaat yang bersamaan hingga menangis, bukan karena sedih, namun kaget dan senang, dan khawatir di saat yang bersamaan. Kaget punya orang baru, senang dengan kehadirannya dan khawatir akan kemampuan kita menghadapi dia, semua emosi ini bercampur. Untuk mengatasinya, bahagiakan diri kamu sendiri! Bahagialah sebelum melahirkan dan sesudah melahirkan. Sebelum melahirkan habiskan waktu sebanyak-banyaknya dengan suami karena masa pacaran akan segera berubah karena kehadiran si Kecil, baby moon pas banget. Jalan-jalan, makanlah ke tempat paporit bareng suami. Sesudahnya, jangan takut untuk bermain bersama si Kecil dan mengajak suami nonton bareng ataupun berjalan-jalan. Do it! Butuh me time setelah melahirkan, why not? Kondisikan dengan suami, bilang saja butuh me time dan gantian menjaga si Kecil. Suami yang baik, insha Alloh, akan siap melakukannya kok. Jangan khawatir mengenai hal ini, semakin kamu menahannya semakin banyak hal yang membuat kamu mengeluh dan tidak nyaman. Di kondisi saya, karena saya LDR, setiap akhir minggu jatah mengasuh saya lebih banyak daripada suami. Sekadar tidur lebih lama atau nonton film bareng juga cukup kok.

Setelah itu, jangan khawatir untuk mengkondisikan apapun dengan suami, jangan takut untuk curhat sama suami agar dia mengerti. Ajak si Kecil ngobrol pun bermanfaat kok. Emang dia ngerti? Ikatan hati akan selalu memiliki hubungan khusus. Di keadaan saya, anak selalu lebih anteng saat saya sakit, seakan-akan dia mengerti masalah yang dihadapi oleh ibunya apa. Dan saat itulah saya selalu bersyukur mengenai apapun yang terjadi dalam hidup saya, dan hal inilah yang membuat saya lebih bahagia dan terhindar dari baby blues yang berkepanjangan.

Dan kalau ada orang yang terlalu banyak ikut campur dalam keluarga baru kamu, jangan terlalu didengar, yang bertanggung jawab pada kebahagiaan kamu itu kamu sendiri, bukan orang lain, apalagi tukang komentar. Ada yang keukeuh nyuruh saya nyusuin, padahal udah jelas enggak keluar ASI-nya, dan Alma nangis terus. Karena dia punya hernia di pusar, saya tidak boleh membiarkan dia menangis terlalu lama. Jadinya? Ya kasih saja susu yang ada. Saya tidak bisa memaksakan kehendak dan idealism saya harus ASI, sementara keadaan tidak memungkinkan sama sekali.


Sekian cerita saya. Be happy and jauh-jauh deh tuh baby blues.

6 komentar:

  1. Sehat terus buat Ibu sama Alma :*
    *mau banyak curhat kalo nanti udah menjelang nikah sampe punya anak, ah* :p

    BalasHapus
  2. Kalau dengerin orang lain emang capek ya Mbak Dewi, yang lebih mengerti keadaan kita ya kita sendiri.

    Saya dulu sempat 2 bulan ga kasih ASI karena mengalami bingung puting. Tapi kayaknya ga sampai baby blues karena ada keluarga yang selalu men support :)

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah dua kali melahirkan belum pernah baby blues. Malah kalo pas hamilnya sering mewek pas anak pertama. :D

    BalasHapus
  4. semoga nanti aku enggak baby blues juga deh

    BalasHapus
  5. Adikku waktu hamil anak kedua direcokin mertua dan saudara-saudara iparnya. Hasilnya ponakannku yang kedua ga seceriwis kakaknya. Mungkin ada hubungannya juga ya dengan apa yang dialami adikku ini dari hamil sampai lahiran. Bahkan buat akikah pun rempong direckoin.

    BalasHapus
  6. Noted!! Pas banget nemu artikel ini pas lagi hamil 7 bulan mbaaa... Makasih ya sharingnya... Lagi banyak hal yg ditakutkan jg ni masalah melahirkan dll hehehe... Makasi sekali lagi :)

    BalasHapus

Wanna say something?
The comment is yours