Minggu, 25 Maret 2012

Yang Aku Cinta

Aku hanya ingin bermesraan dengan
Mu lebih dari siapapun juga
Dan mencintai Mu lebih dari aku
mencintai cahaya mentari

Jika bisa ingin rasanya aku saling
mengirim teks dengan Mu. Berkata-kata
sayang, "Ya Rahman, Ya Rahim Ya
Salam." dan Kau membalasnya dengan
cinta Mu "Ya Habibie, umatku yang
baik, sudahkah kau Ashar hari ini?"
Ketika malam datang, kau bangunkan
aku dengan lembut, "Tahajudlah wahai
umatku tercinta, aku rindu
bercengkrama denganmu."
Kalau Kamu punya Facebook aku akan
menjadi orang pertama yang ada di
friendlist Mu, nanti kita saling mengirim
wall, kalau boleh aku minta kau tag
terus setiap hari agar aku terberkati
Dan kita juga akan terus ber-twitter ria,
me-mention satu sama lain dan
merindukan Mu
Ketika hari berganti, pagi siang, sore
malam
aku ingin menelponmu dan
menceritakan semua yang aku
inginkan hanya padamu.
Sungguh, aku merindukan mu .
Dan terimakasi Ya Rahman, karena
cintaku ini tak bertepuk sebelah
tangan.

Bandung, 23 April 2010

Posted from WordPress for Android

Jumat, 23 Maret 2012

Kuilmu, Tuan

Kuilmu, bait sajak yang dikalahkan
masa lalu

Ketika daun meranggas dan ricik air
terdengar
Pepohonan berdiri berjajar tunduk
kepadamu ke arah matahari terbenam

Tidakkah kau dengar nada yang
mengalun?
Mantra nada yang dulu adalah candu
Rapalan-rapalan liar tepat di telingaku
Sentuhan-sentuhan jemarimu tepat di
pori-poriku

Ketika gelap membutakan
Aku, kulitku yang kau ambung
adalah minyak yang membakar api
dalam darah
Menuntun pada satu dan dua dan tiga
rasa bahagia,
Gelora seindah saga

"Ini penyucian," kau bilang, "Sepasang
pendeta bersatu
mata, hidung, dan bibir mengecup
setiap jiwa.
Agar tak tersesat dalam gelap.
Agar ruh tak salah jalan."

Barangkali, Tuan, kuilmu hanyalah
bangunan masa lalu
Sisa reruntuhan dan kolom-kolom
kosong,

Dulu, barangkali
Pilar-pilar tinggi yang kokoh itu tegak
tertanam dalam darah

Kuilmu, barangkali, adalah gubahan
puisi untukku
Tempat kau menanggalkan jubahmu
dihadapan kekasihmu



Posted from WordPress for Android

Selasa, 20 Maret 2012

Sayang, ini bukan tentang selangkangan?

Sayang, ini bukan sajak selangkangan
Kau tahu cinta bukan tentang selangkangan.
Cinta bukan tentang membuat basah badanmu dengan keringatku.
Pun bukan tentang mengawini birahi.
Salah bila kau bilang tentang membanjiri badanku dengan ciumanmu.
Jadi, cinta ini bukan tentang selangkangan kan?

Jika cuma tentang selangkangan harusnya kau mencintai botol dan tanganmu sendiri.
Atau mungkin sabun, minyak dan lotion yang kau jadikan teman melacurkan diri.
Jadi, cinta ini bukan tentang selangkangan kan?
Kalau tentang selangkangan
Bagaimana jika suatu hari selangkangan ku tak menarik bagimu?
Atau selangkanganku kadaluarsa?
Atau borok?


Ah sayang, memangnya selangkanganmu seperti apa?

Berbalas sajak....

Budi Hermawan: Kuputar nomor telepon yang diingat sempurna, disimpan sel sel kelabu di benakku Satu, dua, tiga kutunggu dengan sabar sejak sekedar mendengar suaramu, menggelegaklah segala debar mencandu di seluruh aliran darahku; merindu daku padaku penuh ... sungguh. Tiga, empat, lima tak ada jawaban dari seberang sana...Aku lupa ini malam minggu, engkau tentu sedang asyik bercengkrama dengan kekasihmu..

Mahadewi S Shaleh: Move on, Pak... Move On...

Budi Hermawan: Already thousand kilometer from the point of departure now only in memory ... just "found" the poem again Wi hehehe..

Mahadewi S Shaleh: Benar kenangan membuat emosi tersedu...tertunduk.. Kenangan berjejer rapi di ruang waktu...seakan siap membuka celah pintu luka... Tapi cinta yang besar...dari orang yang mencintaimu di masa-masa yg akan datang membuatmu terlupa akan waktu dan kenangan yg menua...seakan menjadi tua adalah hal menyenangkan jika bersamanya...

Budi Hermawan: "Menua bersamanya" ... terdengar indah. Maka meski masih kutanya "di manakan cinta untuk orang orang seusia kita?" masih tetap kutumbuhkan harap jua .. sebab ingin "menua bersamanya" ..

Mahadewi S Shaleh: Menua bersama nya, bersama dia...Dia yang tetap mencintai walaupun ratusan garis kehidupan yang tertulis di wajah...yang tetap mencintai meski badan telah ringkih...

Budi Hermawan: Bila begitu mulai sekarang hanya akan ada senyap, dan langkah langkah harap menuju kemudian hari itu ... :0

Mahadewi S Shaleh: Kenapa hanya ada senyap? Mungkin hari akan sepi sementara...Ketika dia datang...gempita menyambut...Aku sarankan engkau menabung cinta...biar dia betah selamanya...menua bersamamu..

Budi Hermawan: Menabung cinta saranmu ya ... telah kusimpan dia dalam sujud sujud yang panjang dan isakan isakan tertahan ... lalu dia menguap disimpan awan awan ... dan ketika rindu tak lagi tertahan ditangiskan langit menjadi hujan .. jauh mengalir ke tanah tanah tak bernama ...

Mahadewi S Shaleh: Semoga cinta yang ditabung ditiap-tiap malam berbalas cinta tanpa jeda dari dia, yang akan mendampingimu dan menua bersamamu

Dan saya pun terdiam, saya tidak tahu harus membalas apa. Dulu beliau pernah berkata, "Sepi tak lagi seksi. Maka akupun bersetuju dengannya. Betapa sepi dan sunyi menggerogoti sela-sela jiwa. Mendinginkan semangat yang membara. Dan hampir membunuh dengan tepat di jantung...

Dari #M

Untuk kau yang merindukanku di tepian sungai
Rindumu itu serupa bebatuan tajam di dasar sungai yang jernih
Dengan airnya yang dingin menusuk hingga ke sumsum tulang
Dan aku adalah penawar yang setia, menanti di tepian lainnya
Jika tanpaku adalah segalanya
Janganlah kau mati karena aku menunggu mu ditepian
Maaf jika cinta tak pernah adil untukmu
Karena aku mencintai rindu lebih besar dari keraguanmu untuk menyebrangi sungai, untuk bersamaku selamanya
Aku ingatkan, kau yang tak adil kali ini
Tak menjawab cintaku pada rindu sama besar
Jika setiap kali mengingatku malam menjelma menjadi ruang serba hitam dan aku adalah serigala yang berlarian dijantungmu
Temuilah aku di siang-siang harimu, karena aku tetap setia pada rindu tanpa cinta yang berkurang sedikitpun
Aku mendengarmu dan aku paham
Memang ini bukan kisah yang mudah bagi kita
Bagiku atau bagimu
Lekaslah datang sebelum aku menghilang di cakrawala
Aku terbang menuju cakrawala dengan air mata di pipi, berpamitan pada senja karena aku segera hilang
Kapan kau akan membangun rumah baru dalam sajakmu untukku?
Rumah tanpa pintu? Dan membiarkan rinduku pergi tanpa pamit dan datang tanpa permisi?
Rumah yang mengizinkan kita gaib masuk, kita gaib terkurung? Dan kita tak pernah keluar?
Di kota ku, malam dengan gerak angin tak menentu karena penghuninya disiksa rindu, malam berlalu kelam dengan mata terpejam dan hati yang dirajam rindu dengan kejam
Dengan mu setiap malam akan jadi malam minggu, setiap malam akan serupa kasmaran baru.
Tapi hatiku terpaut lelaki yang mencintaiku
Walau mantra rindu yang aku rapalkan tak kunjung didengarnya
Sudikah kiranya membiarkan hatiku menikmati rindu yang kejam? Sudikah kiranya kau menemaniku, tanpa pergi sedetikpun? Tanpa menoleh walau setarikan nafas?
Rindu pada dia yang tak kunjung padam
Walau aku telah lelah dirajam kejam
Tapi rindumu padaku masih serupa bebatuan tajam didasar sungai yang jernih
Dan aku, masih setia menunggumu ditepian.

Narra, #Ra

Narra,

Kau Raksasa Rimba

Alur mu, membaca isyarat saga mataku serupa mega tanpa gelora

 

Ra, giring aku ke padang lengang

Tempat bayangmu ku jelang

Setelah endapan duka bersemanyam 1/2 windu

Akankah aku berada di sana?

 

Ra, ingin aku menyusuri jalan ke hatimu

Semoga tak terbakar api sunyi

Kau dengarkah suara langkahku?

 

Narra,

suatu saat kita tak ingat pagi dan malam

Terkurung menyentuh tiap pori-pori

berpeluh dalam nafas menghembus kulit

sebatas satu lumatan bibir.

 

Narra, semua akan pergi, pun aku

Irisan daun pandan, kapur barus, kafan, bunga samoja

Kau akan mengingat aku yang mana Ra?


Ra, dingin, aku ngantuk

Kecup bibirku sedetik dan peluk aku selamanya.