Rabu, 28 Mei 2014

Thanks, But Sometimes I Hate You

Thanks, but sometimes I hate you, Editors.



Kenapa aku benci editor? Sejujurnya, aku ga pernah membenci editor karena dulu pun pernah punya seorang digital strategist yang kerjanya seperti editor. Namanya Primanola Perdana(kartu SIM)nanti (dibabuk Nola). Ah she is awesome, dia menularkan 'detail oriented-nya' ke semua orang! Semua hal diperiksa sampai detail banget.

"Beb, revisi, beb," begitulah kalau Nola minta revisi. Hahaha

Namun, kali ini berbeda. Ketika Nola yang sudah juara empat lima lomba balap makan karung editingnya sangat detail, aku bertemu orang lain yang memberikan revisi lebih aduhai dari pada dia. Editor baru memberikan revisi berulang-ulang lebih dari tujuh kali untuk 80% content yang aku tulis. Aku harus membuat ulang untuk 80% revisi konten. Dan itu baru saja aku alami, sebelumnya tidak pernah.

Aku murka! Murka!


Tapi itu 3 bulan lalu (sampai sekarang pun masih suka murka, tapi hanya bertahan tiga jam setelah menerima revisi). Sekarang aku udah kelop, alias deket banget (ngaku-ngaku level 100, out of 10). Kenapa?

Karena:

1. Aku banyak belajar dari dia. Dan aku sangat menyukai belajar.

2. Dengan menerima revisi yang sedemikian rupa, hingga membuat pinggang encok dan gak bisa pacaran, aku belajar mengakui kesalahan.

3. Aku lebih perhatian sama Tata Bahasa Indonesia, yang jujur lebih memusingkan dari English Grammar. And both of them are pain in my neck!

4. Editors save me from shame. Kesalahan seperti typo dan ejaan yang berantakan, walau hanya satu saja bisa bikin aku malu. 

Dan mereka, para editors, dengan baik hati menuliskan, "Dewi revisi."

Eh, gak gitu deh, nulisnya gini, "Dewi revisi."

Stabilo kuning, font merah. They are ready to eat you.

Atau kadang begini,  "Dewi revisi." fontnya digedein dan dibold
And I was like, ok I will die.


5. Dari sejak awal berkarier menjadi kuli tinta. Aku selalu percaya bahwa setiap penulis membutuhkan editor. Ini sama seperti, setiap orang butuh orang lain untuk mengingatkan agar tidak melakukan kesalahan. Dan itulah yang editor lakukan pada para penulisnya.


Sekian segitu saja. Buat para editor, terima kasih telah mengingatkan aku untuk kembali ke jalan yang benar. Kalian menyelamatkanku dari neraka kesalahan dalam penulisan. *ditabok*


"Every good book needs a good writer.
Every good writer needs a good editor"


Thanks for reading!

Love
M~

12 komentar:

  1. Sabar, ya Dewi.. :) Cerita dikit.. Sekarang aku ngerjain skripsi dengan dosbing yang nggak terlalu detail ngecek.. Well, sebagai remaja yang detail oriented aku merasa keuheul.. SUMPAH AKU MURKA!! :)) Jadi aku bikin skripsi dan aku revisi sendiri.. Alhamdulillah urusan ngecek dan ngerevisi mah udah biasa.. Heuheuheu.. Jadi kalo kamu liat draft Ms Word skripsi aku, aku juga kasih kalimat revisi nan memecut nurani ditambah highlight dan font warna mencolok seperti dipostingan kamu ini.. *sama diri sendiri aja kejam gw mah* :))

    Beruntung da ada editor yang mau sabar baca dan ngecek tata bahasa, bahkan baik banget ngebenerin makna kalimat yang dimaksud.. :) Yang nulis konten pasti murka, tapi yang baca juga gw mah yakin bakal murka kalo kontennya banyak error terus.. *been there* :))

    Dengan berbekal "aku sangat menyukai belajar" seperti yang kamu bilang, semuanya pasti akan menjadi pelajaran yang berharga buat kamu.. Pasti! Tingalikeun weh ngke..

    Inih komen panjang banget, antara kangen ngobrol dan sedang curhat.. :)) Jadi inget, ini templatenya belom ada perubahan lagi Wi?? *kabur ke Sarajevo*
    ~ ~ ~ ~ \(!!˚☐˚)/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya udah, makan sushi yuk. Ngobrol lagi belajar lagi. Makasi buat Nola, yang sudah sangat menyenangkan selama bekerja sama dahulu kala. :*

      Hapus
    2. Yuk nyushi yuuuuk.. Etapi ntar deng, aku lagi ngerjain revisi skripsi.. :| *ini mah judulnya tukang revisi kena revisi* :))

      Heiya, sama-sama lho.. Senang belajar bareng kamu, Wi.. Semoga nanti setelah skripsi saya beres, aku, kamu, kita bisa.. ♫kembali bersinar dan berpijaaar seeepertiiii jusuuuuf kallaaaaa.. hooouuuwoooo~♫ *bukan kempen capres cawapres* *gimana kalo abis nyushi terusin karaoke* *yaudah aku beresin revisi dulu*

      ~~~~ƪ( ˘̶́▿˘̶̀)ʃ

      Hapus
  2. YA mau gimana lagi kak, penulis tanpa editor itu seperti blogger. Menulis sesuatu dengan bebas. Editor itu baik, dia mau buku kita laku dipasaran, makanya dia berjibaku untuk membuat tulisan kita bagus.

    Quotenya bagus tuh "Every good book needs a good writer.
    Every good writer needs a good editor"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks, Wahyu :)

      Iya we need editor, mending diedit dulu dari pada begitu terbit sungguh lalala yeyeye bikin pusing :(

      Hapus
  3. Penulis bukan makhluk yang sempurna. Begitupun dengan Editor nya yang kadang ngejengkelin kalo bikin nambah stress dengan kata "REVISI". Etapi, lebih enak di suruh revisi sama editor atau sama dosen pas skripsi sik? xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayoloh :)

      Aku mah suka2 aja revisi, tapi lebih baik tidak direvisi :)

      Hapus
  4. I love some editors. Benci sama yang sok tahu dan pengetahuannya engga sepadan. Contoh, salah satu tulisan saya perpah dikoreksi cuma satu kata: kata "inheren" diganti dengan "interen". Stupid, kan? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh my God, aku kira siapa *histeris* *dikomentari dosen sendiri*

      Itu sih, stupid banget, careless sekali. Dia seperti 'mencari kesalahan' kita aja.
      Tapi pengalaman saya, editor yang baik itu yang mengerti lebih dari satu bahasa, pengetahuannya luas, dan gak cuma nyari-nyari kesalahan di ejaan, tapi juga menelusuri koherensi sebuah tulisan. Kalau yang seperti itu, saya jatuh cinta. Walaupun awalnya stres duluan revisiannya buanyak :)

      Makasi udah mampir, Pak :)

      Hapus
  5. Hahaha terlerpas dari itu masih banyak orang yang menginginkan di koreksi sama editor termasuk saya "Tolong Revisi yang ini" aku ga pernah mendengar kalimat itua, karena pada intinya tulisan ku masih sedikit yg melirik..
    lanjutkan kaka, succes :)

    BalasHapus
  6. beruntung y mbak punya editor...keren deh sama mbak yg satu ini inspire... saya suka bagian ini And both of them are pain in my neck! sepertinya sya juga merasakannya hahaha

    BalasHapus
  7. pas saat tugas TA dulu, beeeeh rasanya di editor sendiri sama dosen pembimbing dan ribetnyaaaaaaaa

    BalasHapus

Wanna say something?
The comment is yours