Rabu, 23 Januari 2013

Lilin (a Birthday Gift)

If you can't give roses, piece of cake, homemade chocolate as a gift, give something. And here it is, a birthday gift from a friend, a short story. Enjoy XD.

 

From Nur Hawatip, click here for the original story

 

Lilin

 

Sepotong lilin dengan seutas tali di atasnya tidak mempunyai fungsi apa-apa selain menemani seseorang dalam gelap saat listrik padam, juga sebuah perayaan sederhana tentang bertambahnya usia, atau beberapa moment yang sulit diungkap hanya dengan sebuah purnama di angkasa, selain itu tidak ada lagi. 

Malam ini kupersiapkan dengan rapih dua buah lilin yang membentuk angka-angka yang sejak lama sudah kita kenal sebelumnya di sekolah dasar dulu. Angka yang menjadi awal kehidupanmu yang baru, dan ditemani dengan berbagai doa yang nanti akan kau tiupkan di lilin tersebut. 

Lalu kau sekarang sedang apa ya. Menunggu seseorang untuk mengucap selama untuk pertama, atau sibuk mengusut jawaban dari berbagai aksara. 

Sebentar lagi dimulai ya. Umurmu akan bertambah dengan sendirinya, walau tubuhmu sepertinya tidak akan berubah sama sekali. Maaf aku menyindir tentang tubuhmu, karena kau sangat sensitif tentang hal itu.

Lilin ini sebentar lagi kuantar di depanmu, nanti matamu akan kehadiran sepasang kunang-kunang yang terbang. Pantulan cahaya api kecil menjelma percikan cahaya kunang-kunang dimatamu. Aku menunggu itu, mungkin sangat menunggu. 

Beberapa menit lagi, akan aku ketuk pintu kamarmu kostanmu. Sudah niat lama untuk memberikan kejutan kecil untukmu. Seperti apa ya nanti wajahmu saat menemukanku di balik kedua lilin yang sederhana ini. Kue cokelat ulang tahun ini sepertinya tidak penting bagiku. Kue ini cuman sebagai hiasan untuk kedua lilin ini saja. 

Hitungan detik aku akan ketuk kamarmu, aku mempersiapkan diri dengan memeriksa pakaianku, rambutku, juga reseletingku. Tidak lucu moment spesial seperti ini aku lupa merapatkan bagian celana yang bakal mengundang cela itu. Sebentar lagi, sebenar lagi aku akan mengetuk pintu kamarmu. 

Waktu tiba, aku ketuk pintu yang memisahkan kita. Pintu pun terbuka tanpa sengaja. Sepertinya kebiasaanmu untuk menutup pintu dengan kurang benar masih saja belum hilang. Aku pun memanggilmu namamu pelan, mencari letakmu. Sepertinya kau kelelahan atas pekerjaan seharian. 

Lalu aku taruh kue dengan lilin yang masih menyala di dekat pintu. Aku tidak bisa melangkah lebih dekat lagi, karena tidak sopan. Maaf aku menganggumu, maaf aku tidak tahu kau sedang bersama pacarmu. Maaf biar aku tutup rapat pintu kamarmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wanna say something?
The comment is yours