Selasa, 25 Oktober 2011

Puisiku: Pertemuan Kecil dari Masa Lalu

Ini puisi lama saya, sengaja dipindahkan kemari agar jejaknya tidak hilang.


Published on Pikiran Rakyat March 7th, 2011. . .


Pikiran Rakyat


7 Maret 2010


Dapur Hatiku Ramai Hari Ini


Aku masih sibuk bermimpi tentang gula-gula
dan bibirmu yang manis. Berkhayal terbang
bersama wangi nirwana dari bau roti
serta wangi tubuhmu yang aku rindukan.


Kini aku menghangatkan oven di hatiku,
mengharapkan donat yang empuk dan merindukan
pelukmu sekali lagi sambil mengingatmu
ketika melelehkan hatiku untuk pertama kali.


Sungguh, setiap kali kalbuku retak,
kau merekatnya dengan selai cokelat termanis
tanpa membuatnya hancur. Sekarang aku tinggal


menghias kue tartku dengan strawberry
agar aku siap karnaval dengan sentuhan jemarimu
di tiap lekuk tubuhku. Coba kau ulang sekali lagi.


2010


Monolog Sehabis Hujan


Tak lagi terlukis mentari sehabis hujan
Aku hampir lupa bagaimana dia menari di langit
bersama ketujuh perinya


Aku rindu warna merahnya, membakarku
menjaga mimpiku menjadi nyata
Aku ingin berkawan dengan jingga,
agar berani berpapasan dengan asam jeruk kehidupan


Aku ingin berteduh di hijaunya,
agar hatiku sejuk dalam selasar hidup,
Aku mendambakan birunya yang sewarna langit


Aku mencintai pelangi yang kurindukan.
Yang menuntunku ke arah langit.


Melangkah di awan dan bersahabat
dengan para ksatria langit.


Bertemu mentari, menceritakan bumi
dan kekasihku.


Aku rindu pelangi, kawan,
aku menunggumu dan ketujuh perimu.


2010


Ketika Membunuh Semut


Di mana letak keadilan?
Ketika tangisan dianggap dosa
dan berkelakar penuh amarah
adalah suci?
Di manakah keadilan?
Ketika membunuh seekor semut
lebih hina dina dari menyakiti hati
sebarisan peri bumi?


Di manakah keadilan?
Saat yang kuat selalu menang
di atas kesalahannya, dan menutup mata
atas kebenaran sebiji salak?


Di mana letak keadilan?!
Saat perawan suci terluka
di malam pengantinnya?


Di mana letak keadilan?
Saat aku berlari,
dan tak sedikit pun
jarak kutempuh?


Aku ingin mencarinya tanpa jeda.
Tapi akankah berbuah jawaban?
Sekarang aku tak adil
pada rasa ingin tahuku sendiri.


Haruskah aku berhenti bertanya
tentang keadilan karena tak tahu
di mana jawabannya?
Beri tahu aku, di manakah
keadilan itu hidup?


2010


Totalitas Mati


Jika mati bisa membunuh cinta
Aku akan segera menikamkan pisau
tepat di dada. Tapi, jika tetap hidup,
aku akan memasung diri di neraka


Demi hujan yang turun di hari senja
Dengarkan sumpahku di halaman surga


Aku tak mau mengenal kasih lagi
seakan aku adalah mati
Takkan ada hangat lagi di hati
Biarlah jantungku berhenti
Menghitung kinanti
Hingga mata tak lagi mencari


Dan kaki tak lagi berdaya
Hanya siang berganti malam
yang aku agungkan


Tak peduli musim
Tak peduli waktu
Tak peduli ada
Tak peduli nyata


Aku total, mati,
agar bisa hidup
dalam pedih


2010


----------------



Alhamdulillah dan terima kasih..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wanna say something?
The comment is yours